Arsitek sudah memiliki data yang jelas tentang fungsi bangunan, keinginan klien, keadaan lahan dan tapak bangunan, serta telah melakukan riset sehingga mempunyai pra konsep yang tepat dan jelas. Pra konsep ini akan dikembangkan menjadi sebuah konsep desain yang menjadi dasar pengembangan dan perancangan desain.
Konsep desain arsitektural adalah cara arsitek menanggapi sebuah kebutuhan desain dengan menerjemahkan ide-ide yang abstrak menjadi rancangan bangunan yang bisa terwujud. Di dalam konsep ini akan tertuang semua ide-ide dasar, rencana dan tujuan, pemikiran baru dan unik berdasarkan pendapat, keyakinan, teori, keinginan, dan kebutuhan home-owner.
Hasil dari konsep desain berupa :
Pembuatan konsep desain merupakan tahapan terpenting dan terumit dalam keseluruhan proses desain. Konsep desain yang dibuat akan menjadi panduan semua keputusan desain selanjutnya. Konsep desain mengintegrasikan visi dan misi dengan tapak untuk mencapai tujuan akhir desain. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila kebanyakan arsitek menagihkan persentase fee terbesar untuk tahapan desain ini. Sumber konsep desain bisa berasal dari tapak tempat bangunan akan didirikan, hasrat, latar budaya atau pun perpaduan citra seni serta pengetahuan teknologi home-owner dan arsiteknya.
Berikut dua contoh konsep desain dari dua bangunan yang sudah terkenal di dunia arsitektural.
Table of Contents
Lokasi : Mill Run, Pennsylvania
Dibangun : 1936-1939
Langgam : Arsitektur Modern
Pemilik : Edgar J. Kaufmann
tahun 1963 diserahkan sebagai museum untuk Western Pennysylvania Conservacy sebagai penghargaan atas karya F.L. Wright.
Konsep utama bangunan : Rumah peristirahatan yang berkolerasi,menyatu,dan selaras dengan alam
Bangunan ini berdiri di hamparan hutan Oak dan Maple, menyatukan sisi kemanusiaan dengan alam secara harmonis dan menyatakan keberadaannya sebagai bagian dari alam. Dinding dan atap memiliki banyak bukaan sebagai aplikasi dari konsep hemat energi dan pemanfaatan faktor alam untuk pencahayaan dan sirkulasi udara di rumah. Rumah ini begitu harmonis dengan alam sehingga bangunan ini ditetapkan sebagai National Historic Landmark di tahun 1966 dan “Place of a Lifetime” oleh National Geographic Traveler.
Konsep tapak : Mengoptimalkan keindahan dan potensi alam sekitar
Falling Water mengoptimalkan keasrian dan potensi alam sekitarnya untuk kenyamanan fungsi bangunan, sehingga mendapat penghargaan sebagai “The Best all-time work American Architecture” oleh American Institute of Architects di tahun 1991.
Konsep bahan : Memanfaatkan bahan alami dari lingkungan sekitar secara bijak
Kesederhanaan sudah tampak mulai dari pintu masuk utama yang ditandai sebuah tiang batu. Bagian interior didominasi bahan kayu dan menonjolkan bebatuan asli berukuran besar dengan sesedikit mungkin merubah struktur asli tebing sungai.
Konsep struktur : Dominasi sistem kantilever beton bertulang yang dibangun di atas bebatuan
Falling Water terdiri dari tiga lantai yang masing-masing mempunyai teras kantilever. Sistem kantilever paling fenomenal terletak pada ruang keluarga yang melayang di puncak air terjun dari aliran sungai di Bukit Bear Run sebagai gemericiknya, seolah-olah sebagai perpanjangan imajinasi dari tapak.
Kolom terbuat dari sandstone hasil sedimen dari kuarsa dan pasir yang menyatu dengan dasar tapak bangunan.
Konsep interior : Keseluruhan elemen interior merupakan satu kesatuan dengan keseluruhan desain
Desain interior dipusatkan pada bagian perapian sebagai point of interest dari ruang keluarga, ruang yang dianggap paling penting dalam sebuah rumah. Penyedia jasa desain rumah mewujudkan perapian yang menambah kehangatan ruang utama ini.
Keseluruhan ruang berkonsep ruang terbuka. Dari semua ruang bisa terlihat keasrian alam, terdengar gemericik air terjun, dan keindahan cahaya matahari menembus ruang. Konsep ruang terbuka ini menciptakan aliran ruang dan interaksi sosial yang bebas. Ada tiga area duduk, sebuah kantor, dan sebuah ruang makan dengan dua teras.
Hal-hal yang mempengaruhi konsep desain Falling Water: inovasi baru, Louis Sullivan, keadaan alam, seni bangunan Jepang, blok Frobel (permainan balok geometri) , dan musik klasik Ludwig van Beethoven. Konsep desain yang matang dan pengaruh besar dari alam menghasilkan Falling Water yang tidak hanya nyaman dan menyatu dengan alam, tetapi menjadi adikarya arsitektur yang tidak lekam oleh waktu.
Lokasi : Tarumi-ku, Kobe, Hyogo, Kobe, Japan
Jenis Proyek : Rumah Non-komersial
Dibangun : 2003-2004
Langgam : Arsitektur kontemporer modern
Rumah minimalis ini terkenal karena dimensinya yang hanya 4 x 4 m, terdiri dari 4 lantai, dan letaknya yang unik di teluk menghadap Laut Seto, serta sebagian besar lahan berada di bawah permukaan laut.
Konsep Tapak : Bangunan pada lahan sempit yang berada di lokasi gempa dengan panorama indah di sekelilingnya
Kedua unit rumah ini berada di Teluk Hyogo, pinggiran Kobe, sepanjang daerah komersial. Kesulitan dari tapak ini adalah setiap unit menempati lahan seluas 5 x 5 m yang sebagian besar berada di bawah permukaan laut. Peraturan pemerintah mengharuskan bangunan di daerah pantai berukuran kecil, hanya 16.5m2. Lahan ini juga berada hanya 4 km dari Pulau Awaji, pusat gempa Hanshin di tahun 1995 yang memporakporandakan Kobe.
Sekitar tapak dikelilingi panorama yang indah dari Laut Seto, Pulau Awaji, dan Jembatan Akashi Kaikyo sebagai bagian kenangan dari gempa dashyat yang dialami semua daerah itu. Itulah sebabnya, saat merancang, Ando mempertimbangkan juga kenaikan air laut signifikan yang mungkin melanda kawasan itu.
Konsep Bangunan: Setiap unit berupa balok beton sebagai mercusuar yang menghadap laut dan beradaptasi sempurna dengan keadaan tapak
Luas lantai dasar desain rumah minimalis pertama sangat sempit, tepat 4 x 4 m. Kebutuhan untuk menampung jumlah penghuni mengharuskan contoh desain rumah ini memiliki basement, lantai dasar, dan 3 lantai lagi di atasnya.
Baca juga: Rumah Minimalis dengan Desain Estetis
Rumah kedua berbeda dari rumah pertama. Tiap lantai rumah pertama dihubungkan dengan tangga, sedangkan pada rumah kedua dihubungkan dengan elevator / lift. Perbedaan lainnya ada pada material yang digunakan. Keseluruhan rumah pertama dibangun dari beton, sedangkan rumah kedua menggunakan kombinasi beton dan kayu, sesuai permintaan klien.
Konsep desain interior : setiap lantai digunakan untuk aktivitas berbeda
Bagian basement digunakan sebagai gudang. Pintu masuk dan area layanan ada pada lantai dasar, kamar tidur di lantai pertama, ruang belajar di lantai dua, dapur dan ruang makan sebagai ‘jantung rumah’ berada di lantai teratas.
Ruang hampir tertutup keseluruhan di ketiga sisinya. Bagian yang menghadap ke laut memiliki bukaan di sepanjang sisinya.
Konsep Bahan : beton, kayu, dan kaca
Seperti pada karya-karyanya yang lain, Ando mengaplikasikan beton bertulang pada struktur dan beton ekspos pada dinding eksterior.
Bangunan kembarnya, 4x4 Kobe House II, dibangun menyerupai unit I namun menggunakan bahan kayu pinus Oregon yang dilaminasi dan lantai kayu paulownia. Tadao Ando juga memanfaatkan beton pada bagian eksterior, baja dan alumunium untuk jendela, kayu oak, beton ekspos dan panel gipsum pada dinding interior dan beton cor untuk langit-langit.
Dibangun di lahan seluas 74 m2, luas lantai dasar 23 m2 dan total luas lantai 84 m2. Unit II ini dibangun sama imutnya dan sebagai cerminan Unit I. Ando berharap dengan membangun dua bangunan yang mirip dengan material yang berbeda akan menjadi pintu gerbang ke laut dan menciptakan hubungan antara arsitektur dengan tapaknya.
Konsep Struktur: beton bertulang dengan struktur tahan gempa
Permasalahan terbesar adalah menyediakan tempat tinggal pada lahan yang sangat sempit. Menurut Ando, semakin sulit permasalahan yang harus dihadapi justru menjadi tantangan yang semakin menarik untuk penyelesaian desain. Terbukti dengan kemampuannya merancang bangunan cerdik yang belum pernah diperlihatkan oleh siapa pun. “I believe that the way people live can be directed a little by architecture” (Saya percaya bahwa cara hidup manusia bisa sedikit diarahkan oleh arsitektur).